Kamis, 06 November 2014

tak'zir



MAKALAH: MUHAMMAD SHODIK UINSA surabaya

BAB I
PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang
Hukum Pidana atau Fiqh Jinayah merupakan bagian dari syari’at islam yang berlaku semenjak diutusnya Rasulullah saw. Oleh karenanya pada zaman Rasulullah dan Khulafaur Rasyidin, hukum pidana islam berlaku sebagai hukum publik. Yaitu hukum yang diatur dan diterapkan oleh pemerintah selaku penguasa yang sah atau ulil amri.
Walaupun dalam kenyataannya, masih banyak umat islam yang belum tahu dan paham tentang apa dan bagaimana hukum pidana islam itu, serta bagaimana ketentuan-ketentuan hukum tersebut seharusnya disikapi dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Maka pada kesempatan ini pemakalah akan mencoba menjelaskan tentang hadits-hadits yang berkaitan dengan hukum ta’zir, berikut dengan pengertian, dan dasar hukum yang meliputinya.
Ta’zir, adalah jarimah yang belum ada ketentuan nasnya dalam Al-Qur’an.  Belum ditentukan seberapa kadar hukuman yang akan diterima oleh si tersangka/si pelaku kejahatan. Jarimah ta’zir lebih di tekankan pada hukuman yang diberikan oleh pemerintah/kekuasaan mutlak berada di tangan pemerintah tapi masih dalam koridor agama yang tidak boleh bertentangan dengan hukum Allah swt.




BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian ta’zir
Menurut bahasa, lafaz ta’zir berasal dari kata “azzara” yang berarti menolak dan mencegah, juga berarti mendidik, mengagungkan dan menghormati, membantunya, menguatkan, dan menolong. Dari pengertian tersebut yang paling relevan adalah pengertian pertama yaitu mencegah dan menolak, dan pengertian kedua yaitu mendidik. Karena ia dapat mencegah pelaku agar tidak mengulangi lagi perbuatannya.
Ta’zir diartikan mendidik, karena ta’zir dimaksudkan untuk mendidik dan memperbaiki pelaku agar ia menyadari perbuatan jarimahnya kemudian meninggalkan dan menghentikannya.
1)      Hadis Tentang Hukuman Ta’zir
a.)       Hadits Nabi Tentang Ta’zir yang diriwayatkan oleh Burdah :
عَنْ أَبِي بُرْدَةَ اَلْأَ نْصَارِيِّ رضي الله عنه أَنَّهُ سَمِعَ رَسُولَ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم يَقُولُ: ( لَا يُجْلَدُ فَوْقَ عَشَرَةِ أَسْوَاطٍ, إِلَّا فِي حَدِّ مِنْ حُدُودِ اَللَّهِ )  مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ
1)      Terjemah
Dari Abu Burdah al-anshori bahwa ia mendengar Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Tidak boleh dicambuk lebih dari sepuluh cambukan, kecuali jika melanggar suatu had (hukuman) yang ditentukan Allah Ta'ala." Muttafaq Alaihi.

2)      Kualitas Hadis
Hadis ini shoheh, dilihat dari perawinya.
3)      Mufrodad
  Sepuluh kali cambuk =  عشرة اسواط
4)       Kandungan Hukum
Hadis diatas menetapkan hukuman ta’zir, berdasarkan firman Allah dalam surat An’nus; ayat 2.
èpuÏR#¨9$# ÎT#¨9$#ur (#rà$Î#ô_$$sù ¨@ä. 7Ïnºur $yJåk÷]ÏiB sps($ÏB ;ot$ù#y_ ( Ÿwur /ä.õè{ù's? $yJÍkÍ5 ×psùù&u Îû ÈûïÏŠ «!$# bÎ) ÷LäêZä. tbqãZÏB÷sè? «!$$Î/ ÏQöquø9$#ur ̍ÅzFy$# ( ôpkôuŠø9ur $yJåku5#xtã ×pxÿͬ!$sÛ z`ÏiB tûüÏZÏB÷sßJø9$# ÇËÈ  
Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, Maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus dali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman”.
5)      Penjelasan
Untuk selain dosa-dosa yang sudah ditentukan pukulan 40, 80 dan 100, tidak boleh dihukum pukul lebih dari 10 dera (ta’zir). Ini berarti hukuman yang tidak lebih dari 10 dera itu di serahkan kepada pertimbangan hakim. Orang yang dikenakan hukum oleh hakim muslim sebanyak 10 kali cambuk berdasarkan hadis di atas dapat dimasukkan dalam hukuman ringan yang disebut dengan hukum ta’zir.
Hukuman ta’zir ini dapat dilakukan menurut keputusan hakim muslim misalnya karena mengejek orang lain, menghina orang, menipu dan sebagainya. Dengan demikian hukuman ta’zir ini keadaannya lebih ringan dari 40 kali dera yang memang sudah ada dasarnya dari Nabi terhadap mereka yang minum minuman keras. Berarti dibawah 40 kali cambuk itu dinyatakan sebagai hukuman ta’zir (yaitu dipukul yang keras).
Jadi orang yang melakukan peerbuatan-perbuatan yang melanggar hukum syariat yang telah jelas hukumannya misalnya gadis yang berzina dengan lelaki (yaitu dicambuk 100 kali), peminum minuman keras (sebanyak 40 kali) dan lainnya adalah termasuk melakukan pelanggaran syariat yang disebut dengan hudud (Hukum Allah). Adapun yang lebih ringan disebut ta’zir yang dilakukan menurut pertimbangan hakim muslim. Yang dimaksud had disini adalah had atas perbuatan maksiat, bukan hukum yang telah ditetapkan dalam syariah. Akan tetapi, yang dimaksud disini adalah semua bentuk perbuatan yang diharamkan. Semua hudud Allah adalah haram, maka pelakunya harus dita’zir sesuai dengan kadar pertimbangan maslahat dan kemaksiatan yang dilakukannya.

b.)    Hadits Nabi Tenteng ta’zir yang diriwayatkan oleh ‘Aisyah :
وَعَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهَا أَنَّ اَلنَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم قَالَ: ( أَقِيلُوا ذَوِي اَلْهَيْئَاتِ عَثَرَاتِهِمْ إِلَّا اَلْحُدُودَ )  رَوَاهُ أَبُو دَاوُدَ, وَالنَّسَائِيُّ. وَعَنْ عَلِيٍّ رضي الله عنه قَالَ: ( مَا كُنْتُ لِأُقِيمَ عَلَى أَحَدٍ حَدًّا, فَيَمُوتُ, فَأَجِدُ فِي نَفْسِي, إِلَّا شَارِبَ الْخَمْرِ; فَإِنَّهُ لَوْ مَاتَ وَدَيْتُهُ )  أَخْرَجَهُ اَلْبُخَارِيُّ

1)      Terjemah
Dari 'Aisyah Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Ampunilah orang-orang yang baik dari ketergelinciran (berbuat salah yang tidak disengaja) mereka, kecuali melanggar had." Riwayat Ahmad, Abu Dawud, Nasa'i dan Baihaqi. Ali Radliyallaahu 'anhu berkata: Aku tidak menjalakan had kepada seseorang kemudian ia mati dan aku berduka cita, kecuali peminum arak. Sesungguhnya jika ia mati, akan kubayar dendanya. Riwayat Bukhari.

2)      Kualitas Hadis
Hadis ini Hasan dilihat dari perawinya.
3)      Mufrodad
§  Ampunkanlah =  اقيلوا
Iqalah (Aqi-lu) menurut pengertian asalnya adalah kesepakatan penjual atas pembatalan penjualan. Dan dimaksudkan disini adalah kesepakatan orang baik-baik itu untuk meninggalkan hukuman atasnya atau peringanan hukumannya.
§  Orang-orang yang baik = ذوى هيئا ت
Ditafsirkan Imam Syafi’i dengan orang-orang yang tidak diketahui berbuat jelek yang pada suatu ketika dia berbuat salah.

§  Kegelinciran =  عسراتهم
Atsarat adalah jamak dari kata “Atsarah” (tergelincir), tetapi yang dimaksud disini adalah kesalahan. Al-Mawardi meriwayatkan tentang hal itu dengan 2 pengertian, yaitu :
a.       Mereka itu hanya melakukan dosa-dosa kecil saja
b.      Baru pertama kali berbuat ma’siat yang menjadikan tergelincirnya orang yang biasa patuh.
4)   Kandungan Hukum
Menurut Qalyubi, ta’zir pada syara’ adalah memberi adab kepada pelaku dosa yang tidak ada had dan kifarat, keterangan lainnya ta’zir dilaksanakan oleh pemerintah yang diberi kewenangan terhadap pelaku pelanggaran yang berakibat dosa. Sedangkan jenis ta’zir diserahkan pada ijtihad pemerintah.
Adapun dalil dalil pelaksanaan ta’zir sebagai berikut dalam Firman Allah Q.S. An-Nisa’ : 34.
4 ÓÉL»©9$#ur tbqèù$sƒrB  Æèdyqà±èS  ÆèdqÝàÏèsù £`èdrãàf÷d$#ur Îû ÆìÅ_$ŸÒyJø9$# £`èdqç/ÎŽôÑ$#ur ( ÷bÎ*sù öNà6uZ÷èsÛr& Ÿxsù (#qäóö7s? £`ÍköŽn=tã ¸xÎ6y 3 ¨bÎ) ©!$# šc%x. $wŠÎ=tã #ZŽÎ6Ÿ2 ÇÌÍÈ  
Terjemah:“ wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, Maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. kemudian jika mereka mentaatimu, Maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha besar. Q.S. An-Nisa’ : 34
5)      Penjelasan
Maksudnya, bahwa orang-orang baik, orang-orang besar, orang-orang ternama. Mengatur tentang teknis pelaksanaan hukuman ta’zir yang bisa berbeda antara satu pelaku dengan pelaku lainnya, tergantung kepada status mereka dan kondisi-kondisi lain yang menyertainya.
Perintah “Aqi-lu” itu ditunjukan kepada para pemimpin/para tokoh, karena kepada mereka itulah diserahi pelaksanaan ta’zir, sesuai dengan luasnya kekuasaan mereka. Mereka wajib berijtihad dalam usaha memilih yang terbaik, mengingat hal itu akan berbeda hukuman ta’zir, sesuai dengan perbedaan tingkatan pelakunya dan tingkat pelanggarannya. Tidak boleh pemimpin menyerahkan wewenang pada petugas dan tidak boleh kepada selainnya.
Adapun tindakan sahabat yang dapat dijadikan dasar hukum untuk jarimah dan hukuman ta’zir antara lain tindakan Sayyidina Umar ibn Khattab ketika ia melihat seseorang yang menelentangkan seekor kambing untuk disembelih, kemudian ia tidak mengasah pisaunya. Khalifah Umar memukul orang tersebut dengan cemeti dan ia berkata: ”Asah dulu pisau itu”.
Dalam suatu riwayat bahwa Umar bin Khathab radhiyallahu ‘anhu mena’zir dan memberi pelajaran terhadap seseorang dengan mencukur rambut, mengasingkan dan memukul pelakunya, pernah pula beliau radhiyallahu ‘anhu membakar kedai-kedai penjual khamr dan membakar suatu desa yang menjadi tenpat penjualan khamr. Ta’zir dalam perkara yang disyariatkan adalah ta’zir yang wajib menurut pendapat Imam Abu Hanifah, Imam Malik dan Imam Ahmad rahimahumullah, adapun Imam Syafi’i mengatakan bahwa Hukum Ta’zir itu tidak wajib

c) . Asbabul Wurud
Dalam hadits diatas, kami tidak menemukan asbabul wurudnya.
 d). Penjelasan  Pemakalah
Hukum Ta’zir di dalam Islam harus dilaksanakan pada setiap perbuatan maksiat yang tidak ada hukuman had ataupun ketentuan membayar kafaratnya. Karena, perbuatan tersebut termasuk kategori perbuatan yang terlarang dalam syariat. Pelaksanaan hukuman ta’zir berbeda-beda sesuai dengan kejahatan yang diperbuat, sebab kejahatan sendiri ada bermacam-macam, dari yang ringan sampai yang berat. Bentuk hukuman ta’zir tidak boleh dengan cara memotong janggut seseorang. Sebab, hukuman ini bisa masuk kedalam kategori pelecehan dan penghinaan. Tidak boleh juga menjatuhkan ta’zir dengan cara yang dilarang agama seperti menyiram pelaku dengan khamr dan minuman keras. Dikarenakan hukuman ta’zir harus dilakukan dengan cara yang tidak bertentangan dengan syariat demi menciptakan kemaslahatan.
















BAB III
PENUTUP
A.  KESIMPULAN
Dari uraian singkat tentang ta’zir di atas, terdapat hal-hal yang menarik perhatian kita untuk dikaji lebih jauh, baik yang berkaitan tentang pengertian atau definisi hingga pendapat para fuqaha tentang hal-hal yang berkaitan, yaitu :
  1. Kita dapat menyimpulkan bahwa ta’zir adalah sebuah jarimah dengan kebijakan hukuman paling ringan dibanding jarimah yang lain. Jarimah ini pun memiliki tingkat kemungkinan paling luas, karena keputusan hukuman sangat bergantung pada hakim.
  2. Rasulullah melarang para hakim untuk memberikan hukuman pada terdakwa pelaku jarimah ta’zir melebihi hukuman had atau untuk jarimah yang telah ditetapkan hukumannya oleh Allah. Karena sesungguhnya hukuman jarimah ta’zir di tujukan untuk mendidik agar pelaku tidak melanggar itu kembali.








DAFTAR PUSTAKA

v  Shan’Ani ASH, Terjemah Subulus Salam, jilid 3, Surabaya: Al-Ikhlas. 1996
v  Bahreisj, Hussein, Terjemah Hadits Shahih Muslim 3, Jakarta : Widjaya, 1983
v  Al-Asqalany, Ibnu Hajar, Terjemah Bulughul Maram, Bandung : CV. Penerbit Diponegoro, 2002, Cet. 26

Tidak ada komentar:

Posting Komentar