Selasa, 04 November 2014

PERIHAL RESIKO



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Buku II KUH Pdt atau BW terdari dari suatu bagian umum dan bagian khusus. Bagian umum bab I sampai dengan bab IV, memuat peraturan-peraturan yang berlaku bagi perikatan pada umumnya, misalnya tentang bagaimana lahir dan hapusnya perikatan, macam-macam perikatan dan sebagainya. Buku III KUH Perdata menganut azas “kebebasan berkontrak” dalam membuat perjanjian, asal tidak melanggar ketentuan apa saja, asal tidak melanggar ketentuan Undang-Undang, ketertiban umum dan kesusilaan. Azas ini dapat disimpulkan dari pasal 1338 KUH Perdata yang menyatakan bahwa segala perjanjian yang dibuat secara sah, berlaku sebagai Undang-Undang bagi mereka yang membuatnya. Yang dimaksud dengan pasal ini adalah bahwa semua perjanjian “mengikat” kedua belah pihak.
Terjadinya prestasi, wanprestasi, overmacht dan somasi, dikarenakan hukum perikatan menurut Buku III B.W  ialah: suatu hubungan hukum (mengenai kekayaan harta benda) antara dua orang, yang memberi hak pada yang satu untuk menuntut barang sesuatu dari yang lainnya, sedangkan orang lainnya ini  diwajibkan untuk memenuhi tuntutan itu. Oleh karena sifat hukum yang termuat dalam Buku III itu selalu berupa suatu tuntut-menuntut maka Buku III juga dinamakan hukum perhutangan. Pihak yang berhak menuntut dinamakan pihak berpiutang atau “kreditur” sedangkan pihak yang wajib memenuhi tuntutan dinamakan pihak berhutang atau “debitur”. Adapun barang sesuatu yang dapat dituntut dinamakan “prestasi” yang menurut undang-undang dapat berupa :
1.    Menyerahkan suatu barang.
2.    Melakukan suatu perbuatan.
3.    Tidak melakukan suatu perbuatan.
B.     Rumusan masalah
  1. Apa arti risiko, wanpretasi dan keadaan memaksa?
  2. Apa akibat hukum dari seseorang yang telah melakukan wanprestasi?
C.    Tujuan Pembahasan
  1. Mengetahui maksud risiko, wanprestasi dan keadaan memakasa.
  2. Mengetahui kibat hukum dari seseorang yang telah melakukan wanprestasi.











BAB II
PEMBAHASAN

A.     Perihal Risiko
Risiko ialah kewajiban memikul kerugian yang disebabkan karena suatu kejadian diluar kesalahan salah satu pihak. Barang yang diperjual belikan musnah diperjalanan karena ada suatu kecelakaan misalnya perahu yang mengangkut barang itu karam. Barang yang dipersewakan habis terbakar selama waktu dipersewakannya. Siapakah yang harus memikul kerugian-kerugian itu? Inilah yang disebut risiko.
Dari apa yang sudah diuraikan tentang pengertian risiko diatas, kita lihat peristiwa risiko berpokok pangkal pada terjadinya suatu peristiwa diluar kesalahan satu pihak yang mengadakan perjanjian.
               Bagaimana soal risiko itu diatur dalam hukum perjanjian? Dalam buku ke III kitab undang-undang hukum perdata, yaitu pasal 1237, berbunyi: “ Dalam hal adanya perikatan untuk memberikan suatu barang tertentu, maka barang itu semenjak perikatan dilahirkan, adalah tanggungan si berpiutang”. Perkataan tanggungan dalam pasal ini sama dengan “risiko”. Dengan begitu, dalam perikatan untuk memberikan suatu barang tertentu tadi, jika barang ini sebelum diserahkan, musnah karena suatu peristiwa diluar kesalahan salah satu pihak, kerugian ini harus dipikul oleh “si berpiutang”, yaitu pihak yang menerima barang itu.  Suatu perikatan untuk memberikan suatu barang tertentu, adalah suatu perikatan yang timbul karena perjanjian sepihak. Dengan kata lain, pembuat undang-undang tidak memikirkan perjanjian timbal-balik, dimana pihak yang berkewajiban melakukan suatu prestasi juga berhak menuntut suatu kontraprestasi, dia hanya memikirkan pada suatu perikatan secara abstrak, dimana ada satu pihak yang wajib melakukan suatu prestasi dan suatu pihak lain yang berhak atas prestasi tersebut.

B.     Wanpretasi
Wanprestasi  adalah keadaan dimana seorang telah lalai untuk memenuhi kewajiban yang diharuskan oleh Undang-Undang. Jadi wanprestasi merupakan akibat dari pada tidak dipenuhinya perikatan hukum.
Pada umumnya debitur dikatakan wanprestasi manakala ia karena kesalahannya sendiri tidak melaksanakan prestasi, atau melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak diperbolehkan untuk dilakukan.
Dalam hal wujud prestasinya “memberikan sesuatu”, maka perlu pula dipertanyakan apakah di dalam perjanjian telah ditentukan atau belum mengenai tenggang waktu pemenuhan prestasinya. Apabila tenggang waktu pemenuhan prestasi sudah ditentukan dalam perjanjian, maka menurut Pasal 1238 KUHPerdata, debitur sudah dianggap wanprestasi dengan lewatnya waktu pemenuhan prestasi tersebut. Sedangkan bila tenggang waktunya tidak dicantumkan dalam perjanjian, maka dipandang perlu untuk terlebih dahulu memperingatkan debitur guna memenuhi kewajibannya, dan jika tidak dipenuhi, maka ia telah dinyatakan wanprestasi.
Surat peringatan kepada debitur tersebut dinamakan somasi, dan somasi inilah yang digunakan sebagai alat bukti bahwa debitur telah wanprestasi. Untuk perikatan yang wujud prestasinya “tidak berbuat sesuatu” kiranya tidak menjadi persoalan untuk menentukan sejak kapan seorang debitur dinyatakan wanprestasi, sebab bila debitur melakukan sesuatu perbuatan yang dilarang dalam perjanjian maka ia dinyatakan telah wanprestasi.
Akibat hukum dari debitur yang telah melakukan wanprestasi adalah sanksi berikut:
1.            Membayar kerugian yang diderita oleh kreditur (ganti rugi).
2.            Pembatalan perjanjian atau juga dinamakan pemecahan perjanjian.
3.            Peralihan risiko. Benda yang dijanjikan obyek perjanjian sejak saat tidak dipenuhinya kewajiban menjadi tanggung jawab dari debitur.
4.            Membayar biaya perkara, kalau sampai diperkarakan di depan hakim.
Hal yang dapat dilakukan oleh kreditur dalam menghadapi debitur yang wanprestasi ada lima kemungkinan sebagai berikut:
1.            Dapat menuntut pemenuhan perjanjian, walaupun pelaksanaannya terlambat;
2.            Dapat menuntut penggantian kerugian, berdasarkan Pasal 1243 KUHPerdata, ganti rugi tersebut dapat berupa biaya.
3.            Dapat menuntut pemenuhan dan penggantian kerugian.
4.            Dapat menuntut pembatalan atau pemutusan perjanjian.
5.            Dapat menuntut pembatalan dan penggantian kerugi.
C.     Keadaan Memaksa (Overmacht)
Overmacht artinya keadaan memaksa. Dalam suatu perikatan jika Debitur dikatakan dalam keadaan memaksa sehingga tidak dapat memenuhi prestasinya karena suatu keadaan yang tak terduga lebih dahulu dan tidak dapat dipertanggungkan kepadanya, Debitur tidak dapat dipersalahkan / di luar kesalahan Debitur. Dengan perkataan lain Debitur tidak dapat memenuhi kewajibannya karena overmacht bukan karena kesalahannya akan tetapi karena keadaan memaksa, maka Debitur tidak dapat dipertanggung gugatkan kepadanya. Dengan demikian Kreditur tidak dapat menuntut ganti rugi sebagaimana hak yang dimiliki oleh Kreditur dalam wanprestasi.
Pasal 1244 KUH Perdata menyebutkan:
“Jika ada alasan untuk itu si berhutang harus dihukum mengganti biaya, rugi, dan bunga, apabila ia tidak dapat membuktikan, bahwa hal tidak atau tidak pada waktu yang tepat dilaksanakannya perikatan itu, disebabkan karena suatu hal yang tak terduka, pun tidak dapat dipertanggung jawabkan padanya, karenanya itu pun jika itikad buruk tidaklah ada pada pihaknya”.
                        Pasal 1245 KUH Perdata:
“Tidaklah biaya rugi dan bunga, harus digantinya, apabila lantaran keadaan memaksa atau lantaran suatu kejadian tak disengaja si berutang berhalangan memberikan atau berbuat sesuatu yang diwajibkan, atau lantaran hal yang sama telah melakukan perbuatan yang terlarang”.
 Berdasarkan pasal-pasal di atas, dapat disimpulkan bahwa keadaan memaksa adalah keadaan dimana Debitur terhalang dalam memenuhi prestasinya karena suatu keadaan yang tak terduga lebih dahulu dan tidak dapat dipertanggungkan kepadanya, debitur dibebaskan untuk membayar ganti rugi dan bunga.
Keadaan memaksa ada yang bersifat mutlak (absoluut) yaitu dalam halnya sama sekali tidak mungkin lagi melaksanakan perjanjiannya (misalnya barangnyasudah hapus karena bencana alam), tetapi ada juga yang bersifat tak mutlak (relatief) yaitu berupa suatu keadaan dimana perjanjian masih dapat juga dilaksanakan dengan pengorbanan-pengorbanan yang besar dari hak yang berhutang. Misalnya harga barang yang harus didatangkan oleh penjual tiba-tiba naik sangat tinggi yang mana menyebabkan orang yang hutang tidak dapat mengirimkan barang kepada yang berpiutang.
Unsur-unsur overmacht (Keadaan Memaksa)
1.        Ada halangan bagi Debitur untuk memenuhi kewajiban.
2.        Halangan itu bukan karena kesalahan Debitur.
3.        Tidak disebabkan oleh keadaan yang menjadi resiko dari Debitur.
Dengan adanya Overmacht, mengakibatkan berlakunya perikatan menjadi terhenti, yakni:
1.            Kreditur tidak dapat meminta pemenuhan prestasi.
2.            Debitur tidak dapat lagi dinyatakan lalai.
3.            Resiko tidak beralih  kepada Debitur.
Jadi, dengan adanya Overmacht tidak melenyapkan adanya perikatan, hanya menghentikan berlakunya perikatan. Hal ini penting bagi adanya Overmacht yang bersifat sementara. Dalam suatu perjanjian timbal balik, apabila salah satu dari pihak karena Overmacht terhalang untuk berprestasi maka lawan juga harus dibebaskan untuk berprestasi.













BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Risiko ialah kewajiban memikul kerugian yang disebabkan karena suatu kejadian diluar kesalahan salah satu pihak.
Wanprestasi  adalah keadaan dimana seorang telah lalai untuk memenuhi kewajiban yang diharuskan oleh Undang-Undang. Jadi wanprestasi merupakan akibat dari pada tidak dipenuhinya perikatan hukum.
Overmacht artinya keadaan memaksa. Dalam suatu perikatan jika Debitur dikatakan dalam keadaan memaksa sehingga tidak dapat memenuhi prestasinya karena suatu keadaan yang tak terduga lebih dahulu dan tidak dapat dipertanggungkan kepadanya.
Akibat hukum dari debitur yang telah melakukan wanprestasi adalah sanksi:
1.            Membayar kerugian yang diderita oleh kreditur (ganti rugi).
2.            Pembatalan perjanjian atau juga dinamakan pemecahan perjanjian.
3.            Peralihan risiko. Benda yang dijanjikan obyek perjanjian sejak saat tidak dipenuhinya kewajiban menjadi tanggung jawab dari debitur.
4.            Membayar biaya perkara, kalau sampai diperkarakan di depan hakim.





DAFTAR PUSTAKA

  • Salim, 2006, Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW),: Sinar Grafika Jakarta
  • Subekti, 1985, Hukum Perdata,: Intermasa, Jakarta
  • Subekti, 1980, Pokok-Pokok Hukum Perdata,: Intermasa, , Jakarta

1 komentar:

  1. Borgata Hotel Casino & Spa - Mapyro
    Find 충주 출장마사지 the best Borgata Hotel Casino & Spa location in Atlantic 부산광역 출장샵 City with Mapyro. Atlantic 경산 출장안마 City's famous casino is conveniently 경상남도 출장샵 located right 군포 출장샵 in the

    BalasHapus